Kepergian Mama untuk Selamanya
Tanggal 25 November 2019 lalu, mamaku tercinta meninggal dunia di RS Dharmais pada jam 18.22 karena sakit kanker darah.
Sebulan sebelumnya adalah saat mama mulai sakit, namun aku tak pernah menyangka mama pergi begitu cepat. Masih seperti mimpi rasanya.
Selama sebulan aku bergantian dengan papa dan adikku merawat mama. Sebulan itu pula aku telah menjadi Vindy yang sangat berbeda dari biasanya. Dulu, saat mama masih sehat, aku adalah anak yang sangat manja dengan mama. Terlampau manja. Mama adalah caregiver utamaku sebagai seorang bipolar. Melihat mama sakit ada bagian diriku yang hancur, namun lebih banyak bagian diriku yang harus kuat menghadapi kenyataan. Selama hidupnya mama ingin melihat aku mandiri, dan Alhamdulillah menjelang kepergiannya, mama sempat mengatakan bahwa aku sudah jadi anak yang pintar dan hebat. Paling tidak aku meninggalkan kesan terakhir pada mama bahwa aku telah dewasa.
Dan kesan itu yang sedang kuperjuangkan saat ini. Sungguh keluhanku saat bipolar, curhatan, rasa tidak nyaman dan sebagainya itu tidak ada apa-apanya dibanding kesedihan ditinggal mama pergi. Aku merasa seperti sedang meroket ke level kehidupan selanjutnya. Aku mau tidak mau harus kuat menghadapi kenyataan dan menjalani hidup yang masih diamanahkan Tuhan.
Aku membantu papa mengurus surat-surat kepergian mama, mengatur rumah tangga, mengelola kostan mama, dan sambil melanjutkan kerjaan juga. Kadang terbesit pikiran ingin menyusul mama tapi aku ingat bagaimana rasa sedihnya kehilanagn orang yang dicintai jadi aku tak ingin meninggalkan adik dan papaku.
Air mata masih sering menetes, pikiran kadang masih berkabut. Namun hidup harus terus berjalan. Aku ingin mama bangga melihatku dari surga sana. Vindy kini bukan Vindy yang dulu. Semoga Vindy kini terus bisa berjuang, sabar, tegar sepertimu ma.
Semua kenangan bersamamu akan selalu kuingat ma. Dan semua nasehat serta nasehatmu aku usahakan untuk kucapai. Doaku juga menyertaimu selalu ma. Semoga Tuhan sudah memeluk mama erat. :)
---
Mama bagiku adalah sosok yang
tiada dua. Kehangatan pelukannya, senyum tulusnya, keceriaan hatinya, dan yang
paling kuingat dari semuanya adalah betapa besar kasih sayangnya tak hanya
kepadaku namun ke siapa saja. Tak pernah kusangka mama meninggalkanku untuk
selamanya begitu cepat. Salah satu keinginan mama yang belum terpenuhi di akhir
waktunya adalah ibadah umrah lagi. Sedih rasanya, namun aku yakin kini mama
lebih bahagia karena sudah bertemu langsung dengan Tuhan yang selama ini ia
ingin temui. Selamat jalan ma, doaku untukmu selalu ma. Walaupun rasanya masih
seperti mimpi, aku harus jalani hidup seperti yang kau harapkan. Lihat aku ma,
kini aku semakin dewasa dan kuat. Dan semoga aku dapat sabar dan tegar
sepertimu ma. Love you so much.
---
Jika boleh berbagi cerita, saat
ini tentunya aku sedang bersedih. Namun ada pelajaran yang dapat aku ambil dari
kepergian mama. Sejak mama sakit, aku bolak balik menemani mama ke RS. Di RS
Dharmais misalnya, aku banyak melihat pasien di kursi roda, beberapa
diantaranya harus membawa tabung oksigen kemana-mana hanya untuk bernafas. Aku
tersadar betapa banyaknya orang berjuang agar tetap hidup. Mulai dari mengantre
BPJS, melakukan kemoterapi yang menyakitkan, sembari tetap tersenyum demi membahagiakan
orang tersayang. Tak sepantasnya aku mengeluhkan ingin mati. Walaupun disaat
depresi rasanya memang ingin mati saja. Tapi sejak menemani mama sakit, aku
lebih banyak bersyukur atas apa yang kupunya sesederhana oksigen untuk kuhirup.
Lalu mama pergi meninggalkanku,
aku lebih banyak belajar lagi. Betapa berharganya sebuah nyawa yang diamanahkan
Tuhan. Walaupun dulu pun aku pernah berpikir hidupku tak ada artinya disaat
depresi, kini aku berusaha mengingat bahwa setiap detik yang Tuhan berikan
padaku harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Lakukan kebaikan sebanyak mungkin,
sayangi diri, sayangi orang lain, sayangi Tuhan. Kita tidak pernah tahu kapan
maut menjemput dan ingatlah bahwa penyesalan selalu datang belakangan.
Depresi memang membuat semua
terasa gelap, aku sering sekali merasakannya. Namun ternyata itu tidak ada
apa-apanya dibanding kehilangan khususnya orang tersayang. Mulai sekarang aku
mencoba untuk lebih banyak bersyukur, menghargai kesempatan yang Tuhan berikan,
dan mencoba menjalani hari demi hari dengan sebaik mungkin. Tidak mudah memang,
apalagi namanya bipolar bisa saja nanti aku depresi lagi. Namun ingat bahwa
depresi itu kondisi medis, bukan diri kita sesungguhnya. Depresi ada terapinya.
Banyak sekali yang bisa dilakukan untuk keluar dari depresi termasuk mencari
pertolongan ahli.
Semangat teman-teman semua, kita
berjuang bersama.